Bahasa Jepang sebagai bahasa isyarat


Postingan ini tidak ada hubungannya dengan bahasa isyarat yang digunakan oleh kaum tunarungu/tunawicara, juga bukan bahasa isyarat yang digunakan anggota pandu/pramuka. Tulisan ini hanya membahas betapa orang Jepang sering berbicara tidak secara langsung pada maksud sesungguhnya, melainkan bicara berputar dan terkesan membingungkan lawan bicaranya yang bukan orang Jepang. Dan anehnya, orang Jepang justru ngerti-ngerti saja maksud dan arti bahasa muter-muter ini.

Misalnya saja ada orang yang mengajak janjian ketemuan dan makan bersama, lalu dijawab, “sore wa ii.”
Coba pikirkan, itu artinya mau pergi atau menolak pergi? Arti harfiah dari sore wa ii adalah “boleh juga tuh” atau untuk yang belajar bahasa Jepang masih dasar, ii disini berarti oke/baik. Bagi orang asing mungkin menyangka jawaban tersebut artinya setuju untuk pergi, tapi maksud sesungguhnya jawaban itu adalah penolakan untuk pergi. Entah kenapa feeling orang Jepang sangat kuat untuk mendeteksi maksud sesungguhnya dari jawaban lawan bicaranya, kebalikan dengan orang asing kayak aku yang masih tetap kebingungan.

Masih ada lagi beberapa kalimat jawaban yang membingungkan antara jawaban iya atau tidak seperti: daijobu (gak papa), kekkou (cukup), tekitou (kira-kira), kamoshirenai (mungkin) dan lain-lainnya.
Paling mending kalau dijawab beserta pasangan kata hai (baik) atau ie (tidak) yang lebih jelas artinya seperti misalnya, “ie, kekkou desu.” (nggak ah, cukup). Ujung-ujungnya aku sering bertanya langsung iya atau nggak sih, supaya tidak menimbulkan salah paham di lain waktu, karena bagaimanapun juga feelingku untuk mendeteksi isyarat bahasa mereka masih lemah. Tinggal di Jepang dan bergaul dengan mereka selama 6 tahun ternyata belum cukup untuk memiliki feeling seperti orang Jepang :mrgreen:

Memang terkesan complicated, tapi bagaimanapun juga hal ini ada alasannya dan itu ada hubungannya dengan budaya orang Jepang. Orang Jepang memang diajarkan sejak kecil untuk bicara sopan dan memperhatikan perasaan lawan bicaranya, semacam konsep memelihara harmoni dalam bermasyarakat. Untuk menolak undanganpun, mereka tidak secara langsung bilang tidak karena khawatir menyinggung perasaan sang pengundang, melainkan memakai kata-kata halus yang terkesan menerima undangan…. yang intinya justru menolak.

Bagaimana jika ada cowok orang asing nembak cewek Jepang untuk pacaran, lalu dijawab halus dengan kata-kata yang terkesan menerima? Keburu senang duluan? Padahal siihhh…. ditolak tetap aja ditolak 😆

23 thoughts on “Bahasa Jepang sebagai bahasa isyarat

  1. Okay, serius

    Misalnya saja ada orang yang mengajak janjian ketemuan dan makan bersama, lalu dijawab, “sore wa ii.”

    kalau menyetujui ajakan tersebut lalu jawabnya gimana? Anggaplah betul2 menjawab “boleh juga tuh”. (dengan maksud sebenarnya) 😕

    • @jensen99
      kalau setuju? macem2 jawaban bisa diberikan koq. Kalau mau tetap pakai kata ii, boleh dijawab, “ii yo” atau yg agak sopan “ii desu yo”
      ii dalam sore wa ii, berarti tidak (menolak)
      ii dalam ii desu yo/ii yo berarti ya (setuju)

      arti kata ii harus lihat sikon, soalnya dua-duanya bisa dipakai dalam menjawab ya dan tidak.
      bingung khan? aku juga sampai sekarang masih nggak bisa nebak dan mendeteksi mana yang oke mana yang enggak :mrgreen:

  2. 1. mungkin itu agak menjelaskan, kenapa kebanyakan orang Jepang, kurang pas sama bahasa Inggris yang cenderung blak-blakan. :mrgreen:
    2. atau bahasa Jepang itu adalah bahasa feeling? ah, saya suka inih, berekperimen sama bahasa feeling. menebak-nebak kira-kira artinya apa. sore wa dou kanaa~~~~~ xP
    pantes dah, sampe sekarang, masih juga ndak ngerti-ngerti gemana pola kalimat bahasa jepang yang bener.(>.<)

    sepertinya penolakan dikalimat “sore wa ii” itu terletak di partikel wa-nya kali ndak?….

    • mungkin itu agak menjelaskan, kenapa kebanyakan orang Jepang, kurang pas sama bahasa Inggris yang cenderung blak-blakan. :mrgreen:

      Nggak juga lah. British English cenderung muter-muter juga tuh ngomongnya. beda sama amrik yg emang pengen praktis.

      saya suka inih, berekperimen sama bahasa feeling.

      Kalau yg jadi lawan bicara kenalan dekat sih no problem. Coba kalau miskomunikasi dan lawan bicara marah karena merasa terhina gara2 jawaban kita salah?

      sepertinya penolakan dikalimat “sore wa ii” itu terletak di partikel wa-nya kali ndak?…

      Nggak juga, toh partikel wa emang dipakai sesuai dgn tata bahasa yang benar koq.

      pantes dah, sampe sekarang, masih juga ndak ngerti-ngerti gemana pola kalimat bahasa jepang yang bener.(>.<)

      Kalau itu sih bukan salah bahasanya tapi Akiko yang tidak rajin belajar *kabuuurrr*

  3. *ngeliat jam* Disana kan mestinya udah lewat jam 00….. 😛
    ya ampun, komentarku tertolak semua. >< tapi baik lah…

    Kalau yg jadi lawan bicara kenalan dekat sih no problem. Coba kalau miskomunikasi dan lawan bicara marah karena merasa terhina gara2 jawaban kita salah?

    tapi, biasanya nya kalau yang berkomunikasi antara non-Jepang dan Jepang, biasa apa ndak orang Jepang nya yang bakal ngertiin ucapan non Jepang? Biar bagaimanapun, non Jepang tetap non Jepang, dan orang jepang sepertinya juga tahu banget kalau bahasa mereka muzukashii.

    Nggak juga, toh partikel wa emang dipakai sesuai dgn tata bahasa yang benar koq.

    jadi, kalimat “sore wa ii” juga bisa berarti “baiklah” atau setuju? :O

    ehem, tapi AFAIK, yang saya pelajari, partikel wa itu punya banyak fungsi. Bisa jadi kan, “wa” di kalimat itu, mengindikasikan penolakannya… atau apakah ada “intonasi khusus” yang bisa dijadiin acuan makna?

    • tapi, biasanya nya kalau yang berkomunikasi antara non-Jepang dan Jepang, biasa apa ndak orang Jepang nya yang bakal ngertiin ucapan non Jepang? Biar bagaimanapun, non Jepang tetap non Jepang, dan orang jepang sepertinya juga tahu banget kalau bahasa mereka muzukashii.

      Nggak juga koq. Dulu pernah dimarahin dan dibentak-bentak sama boss arubaito gara2 aku salah ngomong. Gak semua orang Jepang ngerti posisi orang non-Jepang ngomong bahasa Jepang, dan ini kayaknya berlaku juga untuk penduduk negeri lainnya.

      jadi, kalimat “sore wa ii” juga bisa berarti “baiklah” atau setuju? :O

      Betul! Khan udah kujawab ditempat Jensen. Arti kalimat bisa berubah tergantung konteks dan situasi kondisi.

      ehem, tapi AFAIK, yang saya pelajari, partikel wa itu punya banyak fungsi. Bisa jadi kan, “wa” di kalimat itu, mengindikasikan penolakannya

      Koq aku mesti jawab hal sama dan ngulang lagi.
      wa itu memang banyak fungsi, sama dgn partikel wo, de, ni, dll. Tapi untuk kasus ini nggak ada beda dgn fungsi wa yg sesuai dgn tata bahasa Jepang. Karena Akiko menyinggung kalimat yang saya pelajari, coba buka buku pelajaran yang Akiko pelajari deh kalau penasaran. Cari, ada nggak fungsi wa untuk menyatakan penolakan atau persetujuan? Setauku sih gak ada. Lagipula hal ini tidak bisa menjelaskan contoh kata lain yg tidak menggunakan partikel wa dlm kalimat seperti misalnya: kekkou desu! daijobu desu!

      atau apakah ada “intonasi khusus” yang bisa dijadiin acuan makna?

      Gak ada. Setahuku intonasi hanya dipakai buat pengucapan kata yg sama tapi berbeda arti/huruf kanji.
      Tentu kasus intonasi jadi berbeda kalau kita bicara dialek daerah, tapi itu soal lain

    • @Mizzy
      Sekali lagi, kujawab sama seperti jawaban thd Akiko: Tidak Ada perbedaan intonasi.
      Intonasi dipakai hanya untuk membedakan kata yg cara ucapan sama tapi beda arti/kanji, contohnya: kata hashi untuk jembatan – 橋, sumpit – 箸 dan batas – 端
      sore wa ii – それは良い punya hiragana dan kanji yang sama.
      Aku pernah nanya sama teman orang jepang ttg ini, malah dijawab: nanto naku wakaru (gak tau napa, pokoknya tau aja)

  4. Apa barangkali karena ini ya, supervisor yang didikan Jepang kadang kalau menolak rekues bilangnya “That’s OK”, baik ke saya atau ke profesor lain 😕
    Situ musti 10 tahun dulu di Jepang bos. :mrgreen:

  5. Khan udah kujawab ditempat Jensen. Arti kalimat bisa berubah tergantung konteks dan situasi kondisi.

    yang Ando-kun jelaskan ke Jensen itu, kata “ii” artinya bisa berubah sesuai konteks. Bagiku yang belajar bahasa jepang dari luar, dan kebanyakan baca partikel, jadi berpikir-pikir, apa ndak ada hal lain yang bisa jadi acuan. lalu saya mulai menduga-duga dan mulai melirik partikelnya untuk dijadikan alasan, atau sama seperti Mbak Mizzy, intonas pengucapan barang kali, tapi ternyata tidak juga.

    Yang jadi masalah kan kata “sore wa ii” itu yang bisa berarti iya dan tidak, tanpa ada alasan logis selain kata “ya tau aja” itu. Sementara tujuan orang bertanya jawaban iya dan tidak.
    Lah, kalau ternyata orang jepang nya sendiri bilang, “ya tau aja” itu yang susah. Sementara untuk jawaban Iya dan Tidak itu,sangat umum sekali konteksnya. dan jawabannya kalau tidak “iya” ya bararti “tidak”. Dan baru kali ini saya tau, ada kalimat yang tidak bisa diidentifikasi makna nya sekalin oleh native-speakernya sendiri itupun hanya dengan alasan “ya tau aja.” 😐

    Ya, pantes aja sering salah paham kalo ngomong sama orang jepang. Bahkan udah pake bahasa inggris pun mereka masih pakai style jepang. *lirik komen Lambrtz*

    Saya juga pernah ngalamin salah paham sama mahasiswa Internship dari Jepang yang datang ke Pariaman karena alasan yang sama. Akhirnya aku harus jelasin panjang lebar kedia masalah “komunikasi’.

  6. Hmm..lucu juga ya (dan kadang pasti nyebelin) kalau soal ya dan tidak saja susah dibedakan. Bisa bikin keki. Kalau tidak ada perbedaan intonasi, apakah ada gesture atau non verbal message tertentu yang dipahami oleh penduduk lokal? Kalau tergantung konteks dan sikon, waduh, menghadapi wanita non jepang yang suka main bahasa feeling aja udah repot, apalagi yang begini ya *ga kebayang*

    British English cenderung muter-muter juga tuh ngomongnya.

    dan ga tau kenapa saya suka inggris klasik yang muter-muternya kemana-mana dulu hanya untuk mengungkapkan sesuatu, kesannya poetic gitu xD walo lebay sih kadang 😆

  7. @lambrtz
    Kayaknya supervisor ente keracun sama lingkungannya jaman sekolah dulu sampai akut. 😆
    Tapi orang Jepang umumnya emang gak enakan kalau bilang tidak secara langsung (dalam artian menolak).

    Situ musti 10 tahun dulu di Jepang bos. :mrgreen:

    Mungkin bisa di boost dengan kawin sama cewek Jepang 😈

    @Akiko
    Harap jangan disama ratakan untuk semua orang, toh native speaker yang orang Indonesia asli juga masih banyak yang nggak tahu kata-kata ajaib yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, termasuk saya dan uni Akiko sendiri. Mungkin kalau bertanya pada ahli bahasa secara langsung, mereka punya jawaban yg tepat. Kebetulan teman yang saya tanya itu hanya orang biasa walaupun native speaker Jepang.
    Saya sendiri menduga, walaupun mereka bilang “tau aja”, tetap saja yang namanya feeling dibangun sejak lama. Sejak kecil terbiasa menolak/ditolak dengan bentuk kalimat halus yang terdengar bagaikan menerima, dengan sendirinya bisa menebak. Di Indonesia sendiri juga sering orang berbasa-basi agar terdengar sopan. Misalnya saja bilang, “Insya Allah saya datang yah!”… padahal ujung2nya emang gak niat datang.

    Saya juga pernah ngalamin salah paham sama mahasiswa Internship dari Jepang yang datang ke Pariaman karena alasan yang sama

    Kalau misalnya uni Akiko yang datang ke Jepang dan salah paham sama orang lokal, tentunya si Jepanglah yang repot ngasih penjelasan soal komunikasi. Cobalah memandang masalah dari sisi berlawanan

    @Grace
    Seperti yang kujawab diatas, kemungkinan besar mereka sudah “terlatih” sejak lama untuk menebak jawaban.

    waduh, menghadapi wanita non jepang yang suka main bahasa feeling aja udah repot, apalagi yang begini ya

    Karena itu Shinichi Kudo bingung menghadapi Ran Mouri. Mau pake deduksi a la Sherlock Holmes juga gak bakalan ketebak hati seorang wanita 😆

    kesannya poetic gitu xD

    Bukannya tujuan muter-muter bahasa Inggris klasik itu dibikin terkesan puitis supaya terdengar indah?
    Maksudnya: makin muter2 =. lawan bicara makin gak ngerti -> yang terpikirkan olehnya: wah… kamu keren banget ngomongnya, sampai2 aku nggak ngerti 😈

  8. Maksudnya: makin muter2 =. lawan bicara makin gak ngerti -> yang terpikirkan olehnya: wah… kamu keren banget ngomongnya, sampai2 aku nggak ngerti

    Ah, dasar pria jaman sekarang~

  9. jadi karena faktor didikan dan kebiasaan, ya ?
    beberapa tahun belakangan ini, saia lumayan sering menggunakan kata ‘terima kasih’ untuk menolak tawaran… tapi tetap juga disalahartikan sebagai ‘penerimaan’
    akhirnya.. sala jadi menambahkan kata2 penjelas…misalnya
    “terima kasih sudah ditawarin.. tapi saia sudah kenyang..” soale dulu pernah nolak sambil bilang terima kasih dan tangan yang udah melambai menunjukkan penolakan..tapi tetap aja ditambahin makanan.. he.. he.. 😀

    *Sepertinya saia punya bakat untuk tinggal di jepang, ya ? he.. he.. *ngarep[dot]com :mrgreen:

  10. Hai, sy masih belum ngerti bahasa Jepang…
    Andalannya ‘sumimasen, wakarimasen, eigo onegai shimasu’ 😛

    Salam kenal mas, berkunjung dr web kitaindonesia.net

    • @yustha tt
      Ya gak papa gak ngerti juga, toh saya juga gak ngerti-ngerti amat :mrgreen: Lagipula mayoritas tulisanku di blog pakai bahasa Indonesia koq 😛
      Salam kenal juga.

    • @Imelda
      kalimat yg terakhir itu (itsu dokoni shimashouka) paling pasti arti dan maksudnya, krn udah nanya waktu dan tempat. Kalau saja mereka nolak tanpa basa-basi, tentunya lbh gampang menebak :mrgreen:

  11. menarik banget tulisan andou kun ini. Sebagai orang yang baru pertama atau setahun 2 tahun belajar bahasa jepang qta memang terdidik dari buku2 pelajaran dari sekolah atau yang biasanya dijual di toko2 buku. Qta mungkin bisa hapal penempatan artikelnya, tapi sering kebablasan dalam menerjemahkan kalimat, karena terbiasa memakai alur pikiran orang indonesia yang memang jauh berbeda dari jepang. Sehingga saya bisa menarik kesimpulan, kalau ingin pintar bahasa jepang, maka BERPIKIRLAH DENGAN CARA JEPANG!

Leave a reply to lambrtz Cancel reply