Sholat idul adha yang diselenggarakan oleh masjid Nagoya pada tahun 2017 kali ini diadakan di Nippon Gaishi Hall. Yang direncanakan mengantarkan khotbah idul adha berhalangan hadir sehingga diganti oleh seorang anak muda umur 20an tahun. Tema khotbah yang disampaikan anak muda tersebut ternyata bagus dan aktual.
Si anak muda ini membahas topik aktual yang langsung menyangkut masa depan komunitas muslim di Jepang yaitu orang-orang muda anak keturunan muslim yang lahir dan besar di Jepang. Anak-anak muda ini biasanya ada pada usia sekolah, dari umur SMP dan SMA (belasan tahun) hingga masa kuliah (umur duapuluhan).
Banyak yang tidak sadar, betapa banyak anak-anak muda ini pada dasarnya tidak suka (malah ada yang cenderung benci) pada Islam. Mereka dididik secara Islami dengan keras oleh orang tua mereka masing-masing, tapi tidak disiapkan hatinya untuk menerima dan mencintai agama. Melaksanakan sholat, puasa, sedekah, semua karena disuruh oleh orang tua, bukan karena Allah. Dipaksa dan disuruh, bukan diajarkan untuk memahami dan mencintai.
Belum lagi berita2 media tentang kekerasan di daerah timur tengah yang identik dengan Islam. Ditambah lagi menjadi saksi perilaku buruk orang2 dewasa muslim yang tinggal di Jepang, lengkap dengan melanggar aturan, kasar, bermulut kotor, sampai jorok dalam membuang sampah. Makin buruk saja citra Islam di mata mereka. Bagi anak-anak muda ini, jargon-jargon seperti Islam itu indah, Islam itu damai, Islam itu solusi, kebersihan bagian dari iman, tak lebih dari jargon omong kosong tanpa praktek langsung para penganutnya.
Kebanyakan anak-anak muda ini lebih suka mengambil jalan pintas dan praktis dalam memahami yaitu menilai dari perilaku para penganutnya. Tak banyak yang tertarik untuk mendalami lebih lanjut dari membaca atau berdiskusi langsung dengan para pakar, apalagi mengingat jiwa anak muda yang lebih suka praktis dan meledak-ledak.
Betapa anak-anak muda ini butuh bimbingan yang sesuai dengan umur dan kondisi lingkungan mereka, bukan berdasarkan lingkungan di mana orang tua mereka tumbuh dan dididik Islam di negara yang mayoritas muslim. Mereka mendapatkan pengaruh budaya dan kebiasaan di negara tempat mereka tumbuh, dan jika ingin tetap memelihara identitas mereka sebagai muslim, mau tak mau harus menyesuaikan diri dan mengadopsi pemahaman Islam yang berbeda secara sosial dibandingkan pemahaman orang tua mereka.
Problem ini memang melanda anak-anak muda turunan muslim yang lahir dan besar di negeri berpenduduk mayoritas non muslim, tidak hanya di jepang melainkan juga negara-negara Eropa, Amerika, Australia, dll.
Si anak muda yang ceramah sendiri mengaku, hingga 3 tahun yang lalu dia anti pati terhadap Islam beserta segala aktivitas dan atributnya. Dia bilang dirinya beruntung menemukan jalannya sendiri (bertemu dengan orang yang menginspirasi untu belajar lebih lanjut), tapi masih banyak anak-anak muda turunan muslim lainnya yang tidak seberuntung dirinya menemukan sendiri jalan menuju Islam. Malah masih banyak yang mengaku muslim sekedar menyenangkan orangtua mereka. Masih ada yang merasa terpaksa menerima Islam karena masalah kultural dibanding masalah religius. Belum lagi anak-anak muda yang terjerumus bergaul dengan kelompok radikal lalu dicuci otaknya untuk membenci dan menjadi angry young men yang siap meluluh lantakkan hal yang dibenci.
Khotbah yang singkat, disampaikan dalam bahasa Jepang dicampur sedikit bahasa Inggris. Jadi kepikir bagaimana cara mendidik dan membesarkan anak di Jepang sembari mengenalkan Islam dengan cara yang tepat dan menyenangkan bagi si anak.
Tadi setelah khotbah, saya sempat salaman sama si anak muda sambil ngobrol sedikit memberikan support.